Tentang Mereka.

12.30.00

My midnight thought on 01.01 am

...

Minggu, 23 Juli 2017
Pria berkacamata dengan baju kotak-kotak itu sedang sibuk kesana kemari menatap layar di ponselnya. Bak seseorang yang sibuk, dia asyik menggeser layar dengan jari-jarinya. Seperti biasa, membuka chat di grup - grup whatsapp bapak-bapak. Sambil menunggu seseorang yang sedang bersiap-siap disebelahnya. Aktivitasnya hari ini mungkin akan panjang dan terasa menyenangkan.

Biasanya sehari-hari beliau disibukkan oleh pekerjaan. Bangun pagi ke masjid, membaca koran tak pernah absen, menyapa kawan-kawannya yakni ayam dan burung peliharaan di kandang. Dengan telaten mereka diberinya makanan dan minuman, kalau lupa sedikit tak jarang menyalahkan istrinya karena tidak mengingatkan dia untuk memperhatikan kesehatan kawan-kawannya. Sehabis itu beliau pergi makan lalu bekerja. Seperti sudah ada jadwal sendiri, untuk Jumat dan Minggu pagi pekerjaan dia adalah menyuci baju dan sorenya menyuci mobil beserta motornya. Sepulang kerja, beliau mengusahakan untuk tidur siang meski hanya lima menitpun. Sore digunakan untuk bersantai, tak jarang juga menyempatkan waktu untuk bercengkrama dengan kawan-kawannya kembali. Malam, dia gunakan untuk bekerja  mengurus koperasi milik beliau dan koleganya. Disempatkannya mengunjungi orang tuanya baik orang tua beliau sendiri maupun mertuanyam Demikian berlangsung hingga pagi berikutnya berulang seperti itu.

Disebelahnya, terdapat wanita yang sedang sibuk membereskan sesuatu. Tergurat di matanya awan-awan kesedihan. Hari itu, anaknya pulang kembali lagi menjadi anak rantau. Meski jaraknya hanya sebatas menyebrang pulau, namun wanita ini selalu membantu mempersiapkan barang-barang apa saja yang dibutuhkan anaknya.

Berbeda dengan  suaminya, aktivitas sehari-harinya sebagai ibu rumah tangga dan pegawai, beliau sangat terampil dan cekatan dalam mengurus pekerjaan di rumah dan kantornya. Setiap hari bangun lebih pagi untuk menyiapkan masakan di dapur, membersihkan rumah, koran dibacanya ketika ia sempat saja, mencuci piring, dan hal - hal lain yang bahkan menjahit baju ia lakukan.

Disebelah ibu tersebut terdapat anaknya yang sedang membantu ibunya mempersiapkan barang-barang miliknya. Mau tidak mau hari itu dia harus kembali lagi ke kota rantaunya. Ada kewajiban yang harus dia selesaikan disana *celotehnya. Dilipatnya baju-baju yang baru saja dia ambil dari loteng, disetrikanga dan dinasukkannya ke dalam tas. Dikemasnya barang-barang yang tertinggal di dalam rumah itu.

Belum siap 90% sang ayah sudah mencoba memanaskan mobil dan bersiap-siap untuk mengeluarkannya.
Ketika beliau mencoba menghidupkannya, mobil tersebut mogok tak mau menyala. Sang ayah kesal namun kekesalannya membuat sang anak dan sang ibu tertawa.

"Sial accu-nya sudah usang. Minta diganti ini"

Kekhawatiran terdapat pada wajah sang anak. Dia takut terjadi apa-apa karena mobilnya yg mogok. Namun sang ayah mencoba menenangkan bahwa semuanya baik-baik saja.

09.09 ketika semua sudah siap, barang-barang yang sudah dikemas segera dimasukkan ke dalam mobil.

Lalu, kalau mobilnya mati bagaimana keluarga ini bisa bepergian?

Sang ayah menginstruksikan kepada sang ibu dan anak untuk mendorong mobil itu, lalu sang ayah akan naik dan mencoba menghidupkan starternya..
Diikutilah instruksi ayah tersebut oleh istri dan anaknya.
Bak orang mahir. Dengan komando "YAK DORONGG DORONGGG SATU DUA TIGA CEPAT CEPATTT..... SEKSEK (beliau masuk kedalam dengan gesit mencoba menstarter, dan tadaaa... Mobil tsb bisa dinyalakan)"

"YES BISAAAA!! AYO SEGERA MASUK"
Ayah itu kegirangan dan disusul istri beserta anaknya untuk masuk ke dalam mobil.

"NGENGGGG"

Mobil avanza itu melaju dengan mantap dengan tujuan Kota Surabaya. Sang ayah mengemudi dengan kecepatan 45km/jam. Santai dan menenangkan. Di dalam mobil itu sebuah keluarga kecil sedang asyik bercengkrama. Menikmati waktu kebersamaan yang sebentar lagi pasangan suami istri tersebut akan tinggal berdua kembali.

-------------------

Ya....sosok ayah, ibu, dan anak diatas adalah aku dan keluarga kecilku.
Seperti biasa jika mereka ada waktu,  mereka mengantarkanku untuk kembali ke tanah rantau ini.

Liburan kali ini terasa berbeda, aku hanya diberi jatah libur selama seminggu karena ada tugas dan kewajiban yang harus diselesaikan di kampus.

Dulu.... Sebelum berubah menjadi anak rantau. Ayah, ibu, kakak, dan saya tinggal dalam rumah kecil ini. Tak mewah namun istimewa.

Dahulu ketika berada di rumah, setiap pagi dan setiap hari aku usahakan untuk membantu mereka. Sebelum aktivitas yang aku sebutkan diatas menjadi kegiatan sehari-hari yangg mereka Jalani sendiri saat ini. Baik membantu menyapu, membersihkan debu, membantu mencuci baju bergotong bersama ayah, mencuci piring, dan terkadang membantu memijit mereka dikala kecapekan menjalani aktivitas seharian. Begitupun kakak saya, kami secara bergantian membantu kedua orang tua. Tak jarang kami menggunakan waktu di sore hari untuk bercengkrama bersama. Di depan rumah kami, ayah sengaja menyediakan petak tanah kosong untuk ditanami tanaman kebun sehingga kami sekeluarga bisa duduk santai sambil menikmati pemandangan tanaman kebun tersebut. Kami benar-benar menikmati kehangatan tersebut.

Hingga saat itu tiba, saat kedua anaknya sudah mulai dewasa. Satu persatu pergi meninggalkan rumah. Dimulai ketika kakak saya kuliah dan tinggal saya, ayah, dan ibu di rumah. Meskipun kami bertiga tetap bercengkrama, namun ada yang kurang. Kemudian, kakak saya lulus kuliah lanjutlah saya yang juga berkuliah. Jauh dari rumah. Menyisakan kesedihan namun saya senang, karena saya bisa bersekolah di tempat yang mereka harapkan.

Kurang dari setahun, kakak saya sehabis lulus pun pergi mencari kerja. Tak tanggung-tanggung, kakak saya pergi ke Tangerang dan tinggal disana bersama tante saya. Jarak Madura-Tangerang yang begitu jauh membuat ibu saya sering merindukan kakak saya.

Karena satu-satunya anak yang tempatnya dekat dengan mereka adalah saya. Ketika waktu itu mendengar bahwa saya libur dan akan pulang, mereka pun senang dan segera mengosongkan jadwal untuk menjemput saya. Meskipun saya mengatakan bahwa tanggung untuk pulang karena hanya seminggu, namun mereka tetap memaksa untuk pulang.

Saya pun pulang dan dijemput oleh mereka. Yang paling senang disini adalah ibu saya. Diciumnya pipi dan dipeluklah saya sambil sering mengatakan:
 'ibu kangen sama ica, yang lama ya nak di sampang'.
 Disitu terdapat perasaan sedih sekaligus terharu dalam hati saya.
Ketika berada di rumah, saya pun melakukan aktivitas sama seperti ketika saya dahulu. Semua masih sama. Ayah masih dengan aktivitasnya sendiri begitupun dengan ibu.
Sebenarnya dalam hati saya, saya ingin sekali liburan dan jalan-jalan bersama teman-teman ataupun mereka. Tak jarang saya iri melihat teman-teman saya yang mengupdate liburan dan pergi ke tempat-tempat yang menyenangkan. Namun saya berpikir tak boleh egois. Saya selalu teringat kepada ibu saya yang selalu mengucapkan

 'nak sini ngobrol sama ibuk. Maaf ya liburannya gakemana-mana ibuk sama ayah kerja jd gabisa liburan. Di rumah saja temenin ibuk kalo pengen ngobrol biar gak sendirian'

Rasa iri kepada teman yang lain berubah menjadi 0. Saya disini menjadi sangat bersyukur bisa selalu dirindukan oleh orang tua. Apalagi liburan kali ini juga dihabiskan oleh hobi saya untuk membaca buku. Disini saya bisa menciptakan liburan yang menyenangkan sendiri.

Hingga hari itu tiba. Saya harus benar-benar pergi dan berkemas kembali. Liburan masih panjang tapi saya harus pergi. Sedih ? Pasti.

Saya sangat bersyukur mempunyai orang tua seperti mereka. Perhatian dan kasih sayang yang selalu melimpah. Kalau saya boleh meminta kepada tuhan, berikanlah mereka umur panjang dan kesehatan agar bisa melihat saya sukses suatu saat nanti hehe.

Disela-sela salam perpisahan orang tua dan anaknya. Mereka menitip pesan agar saya menjaga diri baik-baik disini, tetap menjaga sholat, dan berbuat baik. Satu pikiran saya disini mereka akan kembali menjalani aktivitas berdua kembali. Menikmati masa tua sambil menunggu anak-anaknya sukses.

Dari sini saya sadar bahwa liburan tak melulu pergi ke suatu tempat dan berfoto-foto ria kemudian memamerkannya ke sosial media. Namun liburan bisa kita ciptakan sendiri seperti berkumpul dan bercengkrama dengan keluarga. Melakukan hobi yang dapat mengusir rasa bosan.

Semuanya, tak ada yang seindah dan seistimewa selain rumah.
Rumah selalu menjadikan alasanku untuk selalu pulang.
Rumah selalu menjadikan bahagiaku tumbuh bersemi.
Sejauh apapun, aku akan selalu merindukan rumah.


"it's not how big the house is, it's how happy the home is"

:)

Lots of love
Hafni Iva N.

You Might Also Like

3 komentar

  1. jadi ingat dulu pas belajar menulis di sekolah menulis rumah dunia...
    nggak nyoba dibukukan non?

    terima kasih dan salam kenal

    BalasHapus
  2. kalau "tentang kita' kalau gak salah lagunya Kla Project yang telah almarhum ya :)
    thank

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaa baru sadar hehe. Terimakasih ya sudah berkunjung!^^

      Hapus

Like us on Facebook

Flickr Images