Seratus Lima Puluh Hari

21.00.00







Surabaya, Jawa Timur.

Seatus lima puluh hari berlalu. Waktu yang tidak singkat. Izinkan dipenghujung tahun 2016 ini aku sedikit bercerita. Menuangkannya dalam sebuah aksara kata-kata.
Hari ini, tepat 5 bulan kurang lebih setengah tahun lamanya aku berada di kota ini. Kota yang sering dikenal dengan sebutan kota "Pahlawan". Kota yang berada di timur jawa dwipa. Kota yang baru untuk menetap jauh dengan orang tua. Ya, nama kota ini adalah Surabaya.

Surabaya, dengan segala kompleksitasnya bisa membuatku bertahan untuk tinggal. Tujuan untuk pendidikan lebih tinggilah yang mengharuskanku untuk tinggal disini.
Sebenarnya, Surabaya dengan kota asalku Sampang, Madura hanya berjarak dua jam lama perjalanan. Namun, kota ini menorehkan sejarah baru dalam kehidupanku. 
Perjalanan itu dimulai ketika aku diterima di salah satu Universitas terbaik di Indonesia, Universitas Airlangga. Ya, aku berhasil membahagiakan orang tua meskipun menurutku ini belum ada apa-apanya. Sedikit menorehkan kebahagaiaan untuk ayah khususnya, karena ayah ingin sekali aku menempuh pendidikan di salah satu universitas terbaik di Indonesia. Meskipun sebelumnya pernah gagal di jalur SNMPTN, namun aku berhasil membuktikan bahwa aku bisa dengan jalur SBMPTN.

Waktu pun berlalu, setelah ada pengumuman itu aku menjalani kehidupan di kota yang baru. Memulai segala sesuatu yang baru, berkenalan dengan teman-teman baru dari berbagai daerah, mencoba mengenal jalanan dan keadaan sekitar, dan belajar mandiri tanpa orang tua.

Sebenarnya, masih teringat atmosfer-atmosfer belajar dan rindu akan masa SMA. Ingin rasanya pulang dan segera menemui guru-guru dan teman-teman. Namun, kembali lagi ke titik awal. Ada mimpi yang harus kuraih dan orang yang aku banggakan.

Jauh sebelum itu.... dahulu kala ketika aku masih kanak-kanak, jika akan mengunjungi kota ini rasanya sangat senanggg sekaliiii. Mengunjungi kota ini hanya bisa sekali atau dua kali dalam setahun. Bagaimana bisa hanya sekali atau dua kali? karena dahulu, ketika pergi keluar pulau Madura hanya bisa melalui satu alat transportasi yaitu kapal. Kapal kargo yang memuat banyak penumpang beserta kendaraan roda dua, dan roda empat. Menyebrang melewati selat Madura menuju pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Ah, indah! tak bisa diungkapkan kata-kata. 

Perubahan demi perubahan banyak dikehendaki masyarakat jika perubahan itu berdampak baik bagi masyarakat itu sendiri. Kemudian pada tahun 2008, diresmikanlah jembatan Suramadu. Jembatan terbesar se-Asia Tenggara ini menghubungkan antara pulau Madura dengan pulau Jawa. Akhirnyaa, setelah itu ketika aku akan pergi ke Surabaya atau kota lain di pulau Jawa semakin mudah dan lancar. Yha, meskipun terkadang rindu rasanya masa kecil ketika naik kapal.


Ada banyak hal yang bisa terjadi. Entah kemajuan pesat atau masalah-masalah yang kian menumpuk.

we can't see that there are more than enough to be grateful for.
and sometimes it's easy peasy to get back on track, because sometimes it took longer.

Hari demi hari silih berganti, sepahit dan semanis apapun kehidupan pasti akan terus berjalan

Sebagai seorang pedestarian atau pejalan kaki, sungguh menarik hanya bisa memandang daerah sekitar kampus dan kostan. Namun, sekali-kali saya menggunakan alat transportasi seperti gojek, gocar, dan semacamnya. 

Hiruk pikuk mahasiswa yang senasib dengan saya. Merantau dari daerah asal untuk bersekolah mencari ilmu.
Dimulai dari pagi hari, hingga tengah malam kesibukan pun masih terlihat.
Pagi hari, mahasiswa berbondong-bondong berjalan memasuki kawasan kampus B UNAIR. Terlihat aktivitas lain, para gojek sedang menunggu pelanggan, para karyawan toko sedang bersiap-siap membuka kios, para tukang becak sudah berjejer di tengah jalan, dan para pengemudi sepeda motor dan mobil sudah ramai mengisi jalanan kota Surabaya. Begitupun saya, aktivitas sehari-hari dengan berjalan kaki menuju fakultas. Berangkat pagi, pulang malam hari. Semuanya berjalan, begulir, berlangsung hingga hari keseratus lima puluh ini.

Pelajaran demi pelajaran pun saya ambil. Dari mendapat banyak ilmu psikologi baru, mendapat teman baru, bagaimana cara menghemat pengeluaran, menahan rindu agar tidak pulang ke kota halaaman, mendapat suasana baru dan pengalaman-pengalaman yang paling berharga yaitu "Bersyukur"

Bersyukur sebenarnya mudah, namun sering dilupakan oleh sebagian orang. Kita terlalu fokus mengejar dan memikirkan hal yang lebih sulit. Ada baiknya hendaknya kita melihat sekitar...dan melihat sekitar.

Hingga pada malam itu....

Ada tukang becak yang duduk seharian diatas becaknya menunggu penumpang datang kepadanya, sesekali tatapannya penuh harap kepada para pejalan kaki disekitarnya. Bapak itu tak jarang sering menawarkan kepada orang-orang yang lewat didepannya. Sesekali iya tertidur karena menunggu dan melahap nasi bungkus yang dia dapat. Selain bapak tukang becak, ada ibu penjual koran yang sering menjualnya di kampus B UNAIR. Bicara tentang ibu ini, seringkali hati saya tersentuh melihatnya. Bagaimana tidak, ia berjualan koran jauh-jauh jalan kaki dengan anaknya yang masih kanak-kanak. Hingga sore hari tak jarang korannya banyak yang tidak laku. Pernah suatu saya mendapati ibu kakinya sedang luka, ibu bercerita bahwa ia habis ditabrak oleh anak SD. Ibu ini hanya mendapat keuntungan kuranglebih dua puluh ribu hingga tiga puluh ribu rupiah perhari. 

Ya, hidup di kota sebesar ini memang harus siap mental. Banyak pendatang-pendatang yang datang dari luar kota dan pergi ke kota ini berharap kehidupan mereka lebih baik meskipun harus berhadapan dengan kenyataan yang pahitpun. Hingga hari ke seratus lima puluh ini, Kesenjangan sosial tak jarang masih banyak terlihat.

Sebagai seorang mahasiswa yang notabenenya masih bergantung terhadap orang tua,tidak ada yang lain selain bersyukur. Meskipun acapkali masih seringkali mengeluh. Sebenarnya seberapa banyak hal yang dimiliki tidak menjadi faktor yang memudahkan bersyukur. Karena toh seperti disebutkan sebelumnya, kita-manusia, suka sekali mencari kekurangan hingga bersyukur tepatnya dilakukan belakangan. Patokannya bukan dari hal-hal yang menempeli diri, tapi dari kemampuan si hati. Bagaimana kemampuannya untuk bisa rendah hati atas segala yang dipunyai dan mampu berbesar hati untuk semua yang tak mampu dimiliki.

Bersyukur caranya pun sangat mudah, dengan melihat ke bawah dan menyadari ada yang lebih rendah dari kita, dengan menoleh ke sebelah kanan dan kiri kita banyak yang kekurangan. Disitulah kita mendongak ke atas dan mulai mensyukuri apa yang kita dapat selama ini. 

Kepada orang-orang yang mendewasakan saya saya ingin mengucapkan terimakasih.......

Kepada bapak-bapak tukang becak yang berada di depan kos saya yang lama, semoga bapak diberi kesehatan dan limpahan rezeki. Dipermudah urusannya dan dapat memperbaiki kehidupan ekonomi keluarga. Terimakasih telah memberikan senyuman setiap kali saya berangkat ke kampus. Terimakasih telah memberi saya stimulus untuk bersyukur.

Kepada ibu penjual koran kampus B UNAIR, kisah kehidupan ibu sangat hebat. Semoga ibu diberikan limpahan rezeki yang melimpah dari Allah swt, diberikan kesehatan dan senantiasa memberikan senyuman energi kepada mahasiswa airlangga. Terimakasih juga telah memberikan senyum, salam, sapa dan doa kepada saya. Terimakasih telah memberikan pelajaran bahwa mencari uang dan sesuap nasi di kota mini-metropolitan ini sulit. 

dan,

Kepada kedua orang tua saya yang jauh disana bekerja keras untuk membiayai kuliah saya, ayah dan ibu dirumah semoga kalian diberkahi Allah swt, senantiasa diberikan kesehatan, dan diberikan kesempatan untuk melihat anakmu sukses suatu saat nanti. Terimakasih telah menjadi penyemangat dan rumah yang selalu kurindukan untuk senantiasa pulang.

2016, mungkin bukan salah satu tahun terbaikku. Namun, 2016  telah memberikan sejarah kehidupan yang baru dan panjang. Terimakasih 2016! kau mendewasakan aku.





Surabaya, 31 Desember 2016
-much love HIN-

You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images