Ramadhan Pertama di Tanah Rantau

10.58.00


Ramadhan Pertama di Tanah Rantau

Apa yang kalian pikirkan kalau sudah mendengar kata 'Tanah Rantau' ? Ya, mungkin yang muncul di pikiran kalian adalah 'tempat baru' 'jauh dari kampung halaman' 'jauh dari orang tua' dsbnya.
Pernah bayangin gak bagaimana rasanya di tanah rantau? hehehee
*kok malah jadi tanya sendiri wkwkwkw

Jadiii, ramadhan 2017 ini adalah ramadhan pertamaku di tanah ramtau hehehehe. Surabaya dan segala hiruk pikuknya memberikan saya banyak pelajaran. Terlebih selama ramadhan kali ini. Banyak peristiwa-peristiwa tak terduga yang terjadi selama ramadhan kali ini. Kalau ramadhan tahun-tahun lalu, biasanya ada yang bangunin sahur jam 03.00 pagi kalau bukan ayah ya ibu, kalau ayah yang membangunkan biasanya ibuk lagi masak, kalau ibuk yang bangunin biasanya ayah lagi tidur ehehehe. Biasanya, sambil menungg menu sahur dihidangkan saya, kakak, dan ayah suka nonton tv acara-acara yang menemani sahur, seperti para pencari tuham lorong waktu, saatnya kita sahur, dahsyat, dll. Kalau makanan sudah matang, kita langsung sahur bersama-sama di meja makan. Ah...indah masa-masa itu, semuanya terasa nikmat saat sahur meskipun terkadang saya hanya makan nasi dan ikan dendeng! hehe.

Dulu pun juga, kalau sehabis sahur kita menunggu adzan subuh, sehabis itu langsung mandi dan sholat berjemaah bersama-sama dan dilanjutkan dengan mengaji. Kalau masih zaman sekolah, jam 5-an sampe jam set-7 saya sempatkan buat tidur. Dibangunin ibuk dan bangun-bangun langsung mandi dan sekolah. WKWKW. Datar sih, tapi bikin rindu.

Kalau setengah harian di sekolah, biasanya di kelas bareng dengan teman-teman. Yhaa belajar seperti umumnya, namun terkadang seperti biasanya guru-guru memberikan petuah kultum mengenai agama dan puasa.

Pulang sekolah biasanya jam 12/1/2an. Habis itu langsung pulang, istirahat, sholat. Kalau sebelum pindah ke rumah yang di kompleks dan masih di desa, saya sering pergi ke langgar untuk mengaji bersama. Sungguh menyenangkan sekali.

Sehabis dhuhur, biasanya istirahat hingga menjelang ashar dan magrib. Seperti tradisi ramadhan di Indonesia, banyak takjil-takjil dan jalanan ramai ditutupi oleh orang-rorang berjualan. Dulu, saya suka sekali membeli takjil karena lapar mata. Kadang meski dilarang sama orang tua, saya tetap merengek-rengek supaya dikasih!. Nah kalau ngabuburit biasanya bercengkrama dengan keluarga. Ngomongin banyak hal, terkadang sesekali duakali ngabuburit dengan teman-teman.

Yayayaya.................indah memang masa kecil dan masa dahulu hehe.
Kini, saya semakin dewasa. Banyak hal yang lebih banyak untuk diperbaiki dan ada tanggung jawab di tempat yang baru. Sebagai mahasiswa yang baru merasakan ramadhan pertama kali di tempat rantau, jelas sekali terlihat perbedaannya. Mulai dari sahur sendiri, menyiapkan menu sendiri, terkadang buka puasa sendiri, bingung mau makan apa, bingung mau beli apa kira-kira duit segini cukup gak ya buat seminggu/sebulan. hehe.

Lebaran di perantauan cukup berat. Yaaa, karena saya sendiri merasa ini ramadhan paling buruk dan menyedihkan. Terlepas dari kenangan dahulu saat indah bersama keluarga, disini saya merasa ramadhan tidak seperti ramadhan. Dari sahur, ketika bingung harus menyiapkan menu apa, bahkan terkadang kelupaan sahur karena ketiduran semalam suntuk mengerjakan tugas, atau kelupaan mau beli makan apa untuk sahur karena sudah sampai terlalu malam di kos. Ramadhan kali ini ngerasa jauh sama Allah, bahkan ngerasa lebih mikirin hal duniawi. Tarawih tidak serajin waktu di rumah, selalu ada saja hal yang mengganggu. Tidak bisa menghatamkan Al-quran seperti tahun-tahun sebelumnya, dan lebih mementingkan tugas -tugas daripada mencari amalan.
Ya, saya tahu ini hal yang paling menyedihkan dalam ramadhan kali ini.

Disisi lain, hal yang paling menyedihkan datang terkadang ketika kita kumpul bersama teman-teman untuk berbuka puasa, bercanda dan menikmati makanan. Sesekali dan seringkali teringat kepada kedua orang tua, teringat bagaimana hangatnya buka puasa di rumah. Merasa bersalah kemudian datang juga dimana dulu suka mengeluh kalau makanan ibu terlalu asin, terlalu pedas, terlalu sedikit, dll. Dan disini semuanya terasa berbeda dan saya merasakan bagaimana susahnya memasak untuk sahur.

Kehidupan sebagai mahasiswa berat, namun selalu ingat kehidupan orang tua selalu lebih berat untuk membahagiakan anak-anaknya. Bersyukur kepada orang tua yang telah memberikan kenangan menyenangkan selama ramadhan. Semoga senantiasa orang tua kita diberi kesehatan dan kesuksesan, dan kita diberi umur panjang agar dipertemukan dengan ramadhan-ramadhan selanjutnya.


Surabaya, 16 Juni 2017
Hafni Iva N



You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images